Kebakaran hutan salah siapa?
Kebakaran hutan seakan menjadi agenda wajib di negara tercinta ini,
dahulu sering dikatakan bahwa Indonesia merupakan paru-paru dunia dengan
hutannya yang indah dan luas membentang, memberikan kehidupan bagi umat
manusia. Tak hanya itu, hewan-hewan yang hidup juga beraneka ragam, surga
dunia, begitulah sebutan bagi Indonesiaku, tapi itu dahulu, bagaimana sekarang?
Apakah masih jadi paru-paru yang menghasilkan udara segar atau malah
sebaliknya?
Sedang segar dalam timeline, twitter, fb, ig, televisi dan berbagai
media lainnya,kebakaran hutan terjadi, lagi dan lagi. 2346 orang terkena ispa,
bayi meninggal karena asap, hewan mati terbakar, asap mengepul, mengumpul dan
berhamburan memenuhi wilayah kalimantan dan sekitarnya. Api melahap hutan,
membakar pepohonan rindang membuat hijau jadi merah,s asri menjadi ngeri. Benar
kata seseorang, hewan meninggalkan jejak kaki, manusia meninggalkan sampah dan
kerusakan. Hutan yang dibakar bukan terbakar, sekali lagi DIBAKAR bukan
terbakar, sengaja untuk membuka lahan baru, dari pada sulit menebangi pepohonan
rindang, lebih enak dibakar, modal sedikit dapatnya banyak ( termasuk
pemandangan indah api berkobar, dan segarnya asap hutan) mungkin seperti itu
hasil olah pikir manusia itu. Menurut berita, manusia yang membakar lahan tersebut
diperintah oleh perusahaan untuk membersihkan lahan. Perusahaan membutuhkan
lahan baru untuk usahanya (mungkin saja kelapa sawit), dan ada orang yang
membutuhkan uang demi memenuhi tuntutan hidup yang mencekiknya, simbiosis
mutualisme (saling menguntungkan) mgkin istilah yang pas untuk kerjasama ini,
namun itu hanya untuk mereka, tidak bagi hutan, hewan dan manusia lainnya.
Kerjasama yang menguntungkan segelintir orang merugikan kehidupan manusia,
hewan dan alam.
Kebakaran menyebabkan udara pada level berbahaya, manusia terkena
ispa. Manusia yang bisa beli masker bagi yang tidak mampu atau membeli AC bagi
mereka yang mampu masih terkena ispa, lalu bagaimana dengan hewan penghuni
hutan disana? Apakah mereka juga bisa demikian? Bagaimana jika ular? Tinggal di
hutan lalu terbakar atau lari ke tempat lain lalu mati karena dihabisi manusia?
Sederhananya mau mati terbakar atau dipukul. Semuanya sama, ulah manusia,
biadab!.
Berhari-hari kebakaran terjadi, api mengamuk memakan pepohonan,
hewan, dan segala yang dilewatinya, begitu mudah mengingat tanahnya merupakan
tanah gambut. Dinas kehutanan, berbagai organisasi dan masyarakat berjibaku
memadamkan api yang berkobar, mereka ingin api segera mati agar langit kembali
biru dan cantiknya pemandangan kembali terlihat. Bekerja tak kenal lelah demi
menyelamatkan generasi bangsa, aku lebih senang menyebut mereka pahlawan,
karena mereka bekerja mempertaruhkan nyawa demi nyawa orang lain, tak hanya
keluarganya, demi orang lain yang kesusahan bernafas dan melihat yang bahkan
mereka tak kenal, demi hewan-hewan yang selalu jadi korban manusia. Jika yang
memadamkan layak disebut pahlawan, lalu bagaimana yang sengaja membakar? Atau
orang yang menyuruh membakar? Nampaknya sebutan saja tak cukup (sebut saja
sendiri sesuai dengan seleramu).
Kejadian terus berulang dan berulang , berpola dan mungkin saja
sistematis. Apa pemerintah tidak belajar dari pengalaman atau memang pelaku
yang terlampau cerdik? Hukum yang lemah atau mereka yang tak takut hukuman?
Dalam beberapa komentar nejiten yang budiman begitu beragam “bakar saja
pelakunya”atau “hukum mati pelakunya”dan banyak lagi. Hampir semuanya menginginkan si pelaku
dibalas dengan setimpal, tapi apakah itu semua cukup? Pembakar boleh saja masuk
penjara, tapi perusahaan yang menyuruh tetap jaya, tertawa sambil berkipaskan
uang. Bagaimana tidak bahagia? Perusahannya makin maju karena mendapatkan lahan
baru.
Siapakah yang patut disalahkan? Orang yang butuh pekerjaan atau
mereka yang butuh lahan baru? Tentu saja mereka pantas disalahkan, karenanya
hutan terbakar dan merugikan kehidupan manusia dan juga hewan. Lalu tindakan
apa yang harus dilakukan agar semua ini tidak terulang kembali? Apakah hukuman
yang selama ini berlaku tidak cukup ampuh untuk membuat jera pelaku? Apakah pencegahan
yang selama ini dilakukan tidak berjalan? Atau berjalan tapi tetap kecolongan?
Singkatnya semua harus terlibat, pemerintah, tni polri, dinas kehutanan,
dinas pendidikan, semuanya ikut! Jika hanya pemerintah saja atau dinas
kehutanan takkan maksimal, pemerintah harus membuat hukuman yang berat bagi
pelaku, baik pembakar atau yang menyuruh membakar, buatlah undang-undang yang
membuat pelaku rugi dan berfikir dua kali untuk melakukan pembakaran, hukuman
mati misalnya bagi perseorangan, dan mengganti seluruh lahan yang terbakar
dengan tanaman baru bagi perusahaab yang berkaitan, kalau bisa sita saja aset
perusahaan itu berupa lahan sawitnya, semuanya! Biar mereka hengkang dari Indonesia.
Untuk dinas kehutanan, penjagaan harus lebih diperketat, tindak tegas pelaku,
tembak bila perlu agar jera, lengkapi peralatan pemadam kebakaran, heli,
pesawat bom air dan sebagainya. Untuk dinas pendidikan, perlu kiranya mengenalkan
betapa pentingnya hutan bagi kehidupan dan berbahanya kehidupan tanpa pepohonan
dan hutan, agar masyarakat memiliki empati yang besar bagi hutan sehingga tidak
mau bila disuruh membakar hutan walaupun dibayar berapapun!
Mari saling introspeksi diri! Jangan Cuma kita menghujat pembakar
hutan dengan semena-mena tapi kita juga merusak lingkungan hidup disekitar kita,
membuang sampah sembarangan misalnya, mari sama-sama menjaga lingkungan kita
tetap hijau dan asri, jangan hanya mengandalkan kalimantan sebagai paru-paru Indonesia,
mari buat paru-paru baru disekitar kita, tak perlu membuat hutan baru, mulailah
dengan hal-hal kecil, menanam pepohonan disekitar rumah, mengenalkan pada anak tentang
pentingnya pepohonan. Ikut aktif dalam usaha penghijauan, kalau semua itu
sulit, minimal jangan rusak lingkungan anda! Sederhana bukan? Biarlah kejadian
yang sudah berlalu, mari sama-sama merawat bumi ini, karena lestarinya bumi ini
juga membuat kita nyaman tinggal di bumi ini, semoga saja kesadaran menjaga
bumi semakin meningkat, tak ada lagi pembakaran hutan, yang ada gerakan menanam
pohon.
Sekian tulisan sederhana ini, semoga bisa menjadi bacaan yang
berisi. Segala kekurangan datang dari diri, dan kelebihan datang dari Tuhan.
Komentar
Posting Komentar