Disusun oleh:
1.
Mufhti Faizatun N 16600002
2.
Suci Mu’iz M 16600005
3.
Akhida Iatiqomah M
16600007
4.
Lia Rahmawati
16600009
5.
Faat Risnuriawan
16600039
6. Setya Budi Utami 16600040
6. Setya Budi Utami 16600040
DESAIN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Definisi
Fred Percival dan Henry Ellington (1984) mengemukakan
bahwa desain kurikulum adalah
pengembangan proses perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi
kurikulum. Selanjutnya, Saylor mengajukan delapan prinsip sebagai acuan dalam
mendesain kurikulum. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Desain
kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua jenis
pengalaman belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan
hasilyang diharapkan.
2. Desain
memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka merealisasikan
tujuan-tujuan pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa yang belajar dengan
bimbingan guru.
3. Desain
harus menggunakan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan
prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai
kegiatan belajar di sekolah.
4. Desain
harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhan,
kapasitas, dan tingkat kematangan siswa.
5. Desain
harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak yang
diperoleh di luar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah.
6. Desain
harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan
belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus
berlanjut pada pengalaman berikutnya.
7. Kurikulum
harus didesain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak, kepribadian,
pengalaman dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur.
8. Desain
kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima. Desain kurikulum dapat
didefinisikan sebagai rencana atau susunan dari unsur-unsur kurikulum yang
terdiri atas tujuan, isi, pengalaman belajar, dan evaluasi. Salah satu
karakteristik penting dari kurikulum adalah konseptualisasi dan organisasi
berbagai bagian dari kurikulum tersebut. Dalam organisasi kurikulum,desain
kurikulum berhubungan dengan organisasi horizontal dan vertical. Organisasi horizontal sering disebut
sebagai cakupan atau integrasi horizontal yang berhubungan dengan susunan
komponen-komponen kurikulum, sedangkan organisasi
vertical sebagai sekuens, yang perhatiannya terletak pada hubungan antara
komponen-komponen kurikulum.
Para pengembang kurikulum telah
mengonstruksi kurikulum menurut dasar-dasar pengkategorian berikut.
a. Subject-centered design,
yaitu desain yang berpusat pada mata pelajaran.
b. Learner-centered design,
yaitu desain yang berpusat pada pembelajaran.
c. Problem-centered design,
yaitu yang berpusat pada permasalahan.
Subject-centered
design adalah suatu desain kurikulum yang
berpusat pada bahan ajar, yang dapat dibedakan atas 3 desain, yaitu subject design, disciplines design, dan broadfields design.
Learner-centered
design adalah suatu desain kurikulum yang
mengutamakan peranan sisa, dan dapat dibedakan atas activity (experience) design dan humanistic design.
Problem-centered
design adalah desain kurikulum yang berpusat
pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat. Desain kurikulum ini
dibedakan atas areas of living design
dan core design.
Masing-masing desain tersebut
dikembangkan menjadi suatu rancangan kurikulum yang memuat unsur-unsur pokok
kurikulum, yaitu tujuan, isi, pengalaman belajar, an evaluasi, yang sesuai
dengan inti setiap model desain.
B. Komponen
Pengembangan Kurikulum
Kerangka
kerja pengembangan kurikulum bertujuan untuk membuat proses, implementasi, dan
pengawasan (monitoring) kurikulum
agar lebih mudah dikelola. Kegiatan ini terdiri dari 9 komponen, dan setiap
komponen akan dijelaskan dalam uraian dan Gambar 15.1 berikut.

Bagan
di atas merupakan sebuah kerangka kerja konseptual untuk membantu sekolah dalam
membuat keputusan praktis dan menyeluruh, dalam menghadapi tantangan bisnis
untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar. Hal ini didasarkan atas prinsip
manajemen yang sederhana dan efektif sebagai berikut.
·
Janganlah bekerja sampai
terdapat konsep yang jelas tentang apa yang akan dilakukan.
·
Tetap menjaga
kesederhanaan.
·
Buatlah tugas lebih
banyak dibandingkan hanya satu kegiatan saja.
·
Berikan dukungan padayang
lain.
·
Buatlah dokumentasi yang
berorientasi pada kegiatan.
·
Pastikan setiap orang
mengerti bagaimana bekerja secara individu maupun kelompok, yang berhubungan
dengan keseluruhan kerangkayang dibuat.
·
Pastikan belajar dalam
kelompok yang setidaknya memiliki kesamaan.
1.
Kebijakan Umum dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Komponen
utama dalam kerangka kerja pengembangan kurikulum adalah kebijakan dalam
kegiatan belajar-mengajar. Kebijakan didefinisikan sebagai pelatihan atau
metode kegiatan yang telah dipilih (baik oleh lembaga, kelompok, atau secara
individual) dari sekian alternatif yang ada, dan dalam kondisi yang diberikan
untuk membantu dan menentukan keputusan saat ini dan di masa depan.
Kebijakan
umum berfokus pada sasaran area yang kompleks. Konsekuensinya, adanya perbedaan
dalam interpretasi yang terlalu luas. Contoh dari kebijakan umum dalam konteks
sekolah adalah kebijakan dalam kegiatan belajar-mengajar, persamaan kesempatan,
pengembangan staf, atau kebutuhan khusus.
Kebijakan
khusus adalah kebijakan yang berfokus pada konsentrasi yang kurang kompleks,
dan lebuh bertanggungjawab pada kodefikasi protokoler, misalnya
kebijakan prosedur alur dalam kesepakatan dan hasil tujuan. Contoh dari
kebijakan khusus misalnya penggunaan seragam, kunjungan sekolah, pengelolaan
sumber belajar, dan pengelolaan keuangan.
Berkaitan
dengan hal ini, dapat diidentifikasi lima karakteristik kurikulum yang mudah
diterima di sekolah, yaitu sebagai berikut.
a.
Breadth. Kurikulum
harus membawa siswa ke dalam kontak dengan sembilan area pengalaman belajar.
Agar hal ini tercapai, guru harus bertanggung jawab pada kelasnya dan bertindak
sebagai konsultan dalam mata pelajaran tertentu atau dalam ruang lingkup
tertentu.
b.
Balance, atau adanya keseimbangan antara berbagai jenis belajar
dan pengalaman, pendekatan belajar-mengajar, dan bentuk pengorganisasian kelas.
c.
Relevance, yang berkaitan kemampuan siswa dalam membangun dirinya,
baik pada saat ini atau di masa yang akan datang.
d.
Differentiation.
Kurikulum untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan
perbedaan kemampuan dan karakteristik setiap siswa.
e.
Progression dan continuity. Secara kumulatif, pengalaman
belajar akan menghasilkan hasil belajar yang mendukung peningkatan kemampuan
siswa selama waktu yang ditentukam.
Kebijakan
dalam kegiatan belajar-mengajar dibuat berdasarkan aspek-aspek tertentu, yang
memberikan jawaban atas pertanyaan spesifik berikut.
·
Apa pengalaman
belajar yang diinginkan siswa? Apa yang kita inginkan dari siswa ketika mereka
berada dalam proses belajar?
·
Apa yang menjadi ciri
khas lingkungan belajar? Bagaimana lingkungan fisik Yng menunjang dalam
kegiatan belajar mengajar? Dalam pengorganisasian kelas, apa yang ingin
dijelaskan tentang hubungan antara siswa dengan siswa atau antara siswa dengan
guru?
·
Apa yang menjadi
karakteristik kemampuan guru dalam mencapai kualitas pengalaman mengajar yang
diinginkan?
Faktor
yang penting dalam belajar-mengajar adalah peran guru. Berbagai model yang
produktif telah ditemukan dengan dikotomi sederhana seperti formal-informal,
tradisional-progresif, dan teacher centered-student centered dengan
penekanan sebagai berikut.
a.
Mengajar dibentuk
secara internasional, yang diasumsikan bahwa guru bertujuan untuk membawa
belajar dalam berbagai cara.
b.
Mengajar dianggap
sebagai seni dan ilmu, dan guru harus responsif, intuitif, empatik,
antisipatif, proaktif, serta mengetahui apa yang diinginkan siswa.
c.
Mengajar dapat
dianggap sebagai serangkaian perencanaan dan pertemuan yang responsif antara
guru dan siswa.
Apabila kita mengembangkan konsep mengajar sebagai
serangkaian pertemuan, kita dapat membangun “mengajar” sebagai pengambilan
keputusan. Guru merupakan faktor utama dalam kegiatan mengajar, maka mereka
harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan, karena mereka mengetahui kondisi
kelas yang sebenarnya.
2. Program
Kegiatan
Tujuan dari program kegiatan ini adalah
untuk memfasilitasi implementasi oleh pengambil satu kebijakan dan membuatnya
fokus pada seluruh angkatan sekolah selama periode kegiatan belajar.
3. Rencana
Pengembangan Sekolah
Adanya hubungan antara kebijakan untuk
belajar-mengajar, program kegiatan, dan rencana pengembangan sekolah, yang
merupakan salah satu prioritas utama. Oleh karena itu, diharapkan adanya
program kegiatan yang berkenaan dengan kebutuhan perencanaan pengembangan
sekolah.
4. Organisasi dan
Struktur Kurikulum
Struktur dan organisasi dokumen kurikulum
menampilkan respon sekolah sebagai berikut :
a. Jumlah
waktu yang ditetapkan dalam perbedaan atau kombinasi subjek.
b. Bagaimana
perbedaan subje diterapkan dalalm organisasi kurikulum.
c. Bagaimana
memutuskan struktur kurikulum yang telah disetujui untuk disebarkan kepada
guru.
5. Skema Kerja
Skema kerja merepresentasikan apa yang
telah dibuat dalam penentuan keputusan tentang struktur dan organisasi
kurikulum. Setiap skema harus merefleksikan fakta bahwa pada masa ini siswa
harus mempunyai kemampuan yang progresif dan memahami sistem informasi.
6. Penilaian,
Perekaman, dan Pelaporan
Koordinator kurikulum harus dapat
berkomunikasi yang baik dengan koordinator penilaian, agar dapat menghasilkan
dokumen kebijakan yang efektif yang mengindikasikan bagaimana penilaian akan
diambil dalam berbagai kajian kurikulum.
7. Petunjuk Teknis
Pembuatan petunjuk teknnis bertujuan untuk
memberikan respon pertama pada pertanyaan yang muncul. Arsip petunjuk teknis (guidelines) kemudian didokumentasikan,
untuk membantu memudahkan guru dalam proses belajar-mengajar.
8. Perencanaan
Jangka Pendek dan Menengah
Perencanaan jangka menengah sering
digunakan dalam kelompok tim tahunan, yang didukung oleh manajer mata pelajaran.
Perencanaan jangka pendek dan menengah telah ditentukan berdasarkan proporsi
tertentu, agar terjadi keseimbangan antara kerangka kerja jangka pendek dengan
kerangka kerja yang lebih detail.
9. Strategi Monitoring
Outline
strategi monitoring yang akan
diadopsi di sekolah harus mengacu pada implementasi kebijakan belajar mengajar
dan memperhatikan kualitas monitoring.
C. Model Desain Pembelajaran Sistemik
Model desain pembelajaran sistemik
meliputi sembilan langkah, yaitu :
1.
Identifikasi
Tujuan Instruksional
Proses
desain instruksional dimulai dengan identifikasi satu atau lebih permasalahan. Dalam
identifikasi permasalahan, pengembang sistem instruksional harus menangani
proses yang sangat luas dalam menggabungkan sudut pandang siswa, orangtua dan
masyarakat.
Identifikasi
kebutuhan instruksional merupakan suatu proses untuk :
a. Menemukan
kesenjangan penampilan siswa
b. Mengidentifikasikan
bentuk kegiatan instruksional yang paling sesuai dengan kondisi lingkungan, dan
c. Menentukan
populasi sasaran yang dapat mengikuti kegiatan instruksional.
Langkah
yang dilakukan dalam identifikasi tujuan instruksional ini adalah :
a. Mengidentifikasi
kesenjangan hasil produk atau prestasi siswa saat ini.
b. Menilai
kesenjangan
c. Menganalisis
kemungkinan penyebab kesenjangan melalui pelaksanaan observasi, wawancara, dan
analisis logis.
d. Mewawancarai
siswa untuk memisahkan antara mereka yang sudah dan belum pernah memperoleh
pendidikan atau latihan.
e. Mengelompokkan
siswa yang sudah pernah mendapatkan pendidikan dan latihan, (kelompok yang
sering dan jarang mendapatkannya)
f.
Kelompok yang telah sering mendapatkan
pendidikan dan latihan diberikan umpan balik atas kekurangan yang ada, dan
diminta mempraktikan kembali sampai dapat melakukan tugasnya seperti yang
diharapkan.
g. Bagi
mereka yang belum memperlajarinya, dirumuskan dalam tujuan instruksional umum.
2. Analisis Intruksional
Analisis instruksional merupakan proses
untuk menguraiakan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara
logis dan sistematis dan sesuai dengan tuntutan lingukungan, dalam hal ini customers. Terdapat empat macam struktur
perilaku, yaitu hierarkikal, prosedural, pengelompokan, dan kombinasi.
Adapun langkah-langkah dalam melakukan
analisis instruksional adalah sebagai berikut.
a. Menuliskan
perilaku umum yang telah dituliskan dalan tujuan instruksional umum yang
menjadi tuntutan lingkungan atau pelanggan.
b. Menulis
setiap perilaku khusus yang menjadi bagian dari perilaku umum.
c. Menyusun
perilaku khusus tersebut ke dalam suatu daftar dalam urutan yang logis, dimulai
dengan perilaku umum yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan.
d. Menambah
perilaku khusus tersebut, atau menguranginya jika perlu.
e. Menuliskan
setiap perilaku khusus dalam suatu lembar kartu.
f.
Menyusun kartu tersebut
diatas meja atau lantai dengan menempatkannya dalam struktur yang hierarkikal,
prosedural, atau pengelompokan, menurut keedudukan kartu masing-masing terhadap
kartu lain.
g. Jika
perlu, tambahkan dengan perilaku khusus lain atau bahkan kurangi jika dianggap
lebih.
h. Menggambarkanletak
perilaku tersebut dalam kotak, kemudian menghubungkan masing-masing kotak
tersebut.
i.
Meneliti kemungkinan
untuk menghubungkan perilaku umum yang satu dengan yang lainnya, atau perilaku
khusus di bawah perilaku umum.
j.
Memberi nomor urut pada
setiap perilaku khusus, dimulai dari yang terjauh sampai dengan yang terdekat
dari perilaku umum. Urutan tersebut menunjukkan urutan perilaku yang diajarkan
kepada siswa.
k. Mendiskusikan
bagan yang telah disusun dengan teman untuk mendapat masukan.
3. Identifikasi Perilaku dan Karateristik
Awal
Untuk mengatasi heterogenitas siswa
sehingga pembelajran dapat dilakukan secara maksimal, langkah-langkah berikut
perlu menjadi bahan pertimbangan.
a. Menyeleksi
penerimaan siswa atas dasar latar belakang pendidikan siswa.
b. Melaksanakan
tes untuk mengetahui kemampuan dan karateristik awal siswa.
c. Menyusun
bahan instruksional yang sesuai dengan kemampuan karateristik awal siswa dan
disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat.
d. Menggunakan
sistem instruksional yang memungkinkan siswa untuk maju menurut kecepatan dan
kemampuan masing-masing.
e. Memberi
supervisi kepada siswa secara individual identifikasi perilaku dan karateristik
awal siswa ditujukan agar pendesain kurukulum dapat merumusakn populasi sasaran
instruksional. Terdapat tiga macam sumber yang dapat memberi informasi, yaitu
siswa, guru, dan pengelola program. Teknik yang digunakan dalam proses
identifikasi tersebut adalah kuesioner, wawancara, observasi, dan tes.
4.
Penulisan
Tujuan Performa atau Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus digunakan
dalam penyusunan tes. Oleh karena itu, tujuan harus mengandung unsur-unsur yang
dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar ia dapat mengembangkan tes,
yang dapat mengukur perilaku yang terdapat di dalamnya.
Dalam mengembangkan tujuan khusus, harus
diperhatikan unsur behavioral atau perilaku yang akan dicapai, batasan yang
dikenakan kepada siswa atau alat yang digunakan siswa ketika ia dites, dan
tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku tersebut.
5.
Pengembangan
Butir Tes Acuan
Butir tes acuan adalah butir tes yang
digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap perilaku yang
terdapat dalam tujuan instruksional khusus. Prosedur pengembangan tes adalah
sebagai berikut.
a. Menuliskan
berbagai arahan
b. Mengembangkan
instrumen yang meliputi :
1) Indentifikasi
unsur-unsur yang akan dievaluasi
2) Membuat
penulisan dalam bentuk baru dari unsur-unsur tersebut
3) Membuat
sekuens unsur-unsur pada instrumennya
4) Memilih
tipe penilaian yang dibuat oleh penilai
5) Menentukan
bagaimana instrumen unsur-unsur dapat diobservasi
c. Memutuskan
dan memastikan unsur-unsur dapat diobservasi
d. Mengembangkan
daftar cek
e. Membuat
skala penilaian
f.
Membuat repons format
perhitungan
g. Membuat
prosedur penilaian skor
h. Mengevaluasi
instrumen
6. Pengembangan Strategi Instruksional
Suatu strategi instruksional menggambarkan
komponen umum dari sejumlah materi instruksional dan prosedur yang akan
digunakan pada materi agar menghasilan outcome
dan hasil tertentu sesuai yang ditetapkan.
Strategi instruksional terbagi menjadi
empat komponen utama yaitu urutan kegiatan
instruksional, metode, medi, dan
waktu. Adapun tahapan kegiatan instruksional terdiri atas :
a. Pendahuluan,
yaitu mengarahkan perhatian siswa terhadap tugas pembelajaran dengan
menjelaskan keuntungan dalam mencapai tujuan, dan menghubungkan dengan
pelajaran sebelumnya.
b. Presentasi,
yaitu menginformasikan sejumlah fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Isi
presentasi dapat beragam, bergantung jenis tuga yang harus dicapai dan perilaku
awal siswa, misal dengan mengadakan pra-tes,
c. Latihan
transisi, yaitu menjembatani jurang antara perilaku awal siswa dengan perilaku
yang ditetapkan (patokan).
d. Bimbingan,
yaitu melatih dan mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahan.
e. Umpan
balik.
f.
Praktik.
g. Tes
formatif.
7.
Pengembangan
Bahan Instruksional
Bahan atau materi instruksional yang
dikembangkan bergantung pada kegiatan instruksional yang dilaksanakan beserta
implementasinya. Pada dasarnya, pengembangan materi instruksional dilakukan
berdasarkan bentuk kegiatan instruksional yang dapat dibedakan menjadi tiga
bentuk, yaitu :
a. Pengajar
sebagai fasilitator dan siswa belajar sendiri
b. Pengajar
sebagai sumber tunggal dan siswa belajar darinya
c. Pengajar
sebagai penyaji bahan belajar yang dipilihnya
Dalam pengembangan dan implementasi
materi instruksional ini, harus diperhatikan sumber daya yang terdapat di
lingkungan sehingga dpat digunakan dengan seluas-luasnya agar pembelajran
menjadi bermakna.
8.
Desain
dan Pelaksanaan Evaluasi Formatif
Evaluasi inni digunakan untuk memperoleh
data agar dapat merevisi pengajaran menjadi lebih efektif dan efisien dalam
mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
Komentar
Posting Komentar