BUAH YANG BUSUK PERTANDA POHON BERMASALAH
Beberapa waktu ini sebuah berita penganiayaan viral di media sosial, bahkan menjadi top tagar dalam twitter dengan petisi “justiceforaudrey”. Hal ini didasari oleh perlakuan tidak senonoh yang diderita Audrey sudah berada diluar batas normal norma-norma kehidupan. Kekerasan yang didasari asmara remaja berakhir dengan kekerasan yang sangat mengerikan, tidak hanya melukai fisik juga melakukan hal yang membuat trauma korban. Dan itu dilakukan oleh pelajar tingkat SMA di Pontianak
Dikutip dari akun @syarifahmelinda, dia mengtweet nasib kurang beruntung dialami oleh AY(14), siswi SMPN 17 Pontianak yan menjadi korban penganiayaan dan pengroyokan 12 pelajar SMA di kota Pontianak.masalah ini dipicu dari saling sindir diwhatsapp terkait hubungan asmara antara salah satu pelaku Da (Siswi SMA di pontianak) sekaligus mantan kakak korban, (Po). Bermula pada 29 maret 2019 kemarin “ semua pelaku adalah teman-teman kakaknya, mereka menggunakan korban ini untuk memancing kakaknya keluar dari rumah dengan cara menjemput korban dari rumah neneknya di Jl Cendrawasih sekitar pukul 14.00” jelasnya saat ditemui berkatnewsTV di RS promedika. Kemudian setelah dikompori oleh salah satu povokatoy, (SF) maka terjadilah duel antara pelaku (DA) dan kakak korban, (PO). “ Para pelaku membenturkan kepala korban dengan aspal, lalu menendang perut korban berkali-kalim serta dilakukan pencekikan dan penyiraman dengan air secara bergantian. Dan wajah korban ditendang dengan sandal gunung sehingga terjadi terjadi pendarahan dalam hidung korban serta kepala ada benjolan dan kebanyakan luka dalam”. Fety menambahkan salah satu pelaku (TR) mencoba melakukan pencolokan terhadap kemaluan korban menggunakan jari yang diduga untuk membuat korban tidak perawan lagi dan saat ini menimbulkan pembengkakan di area kewanitaan korban. Pada intinya (AY) tidak mengenal para pelaku dan tidak mengetahui apa pokok permasalahannya. Sebenarnya sempat dilakukan mediasi tanggal 5 april kemarin, tetapi tidak ada itikad baik dari para pelaku bahkan untuk meminta maaf saja tidak ada, malah mereka cengengesan.
Dari kisah diatas tergambarkan betapa parahnya kekerasan yang dilakukan oleh pelajar, bahkan sudah termasuk kejahatan kriminal. Hal itu menyebabkan respon netijen yang menginginkan pelaku harus dihukum dengan setimpal, karena perbuatannya yang sudah kelewat batas itu. Hal ini seharusnya dipandang serius khususnya pada bidang pendidikan karena ini adalah sebuah tamparan keras tentang kegagalan yang dialami oleh pendidikan kita, hal ini harus dilihat dari berbagai sisi untuk mengerti latar belakang, alasan munculnya kekerasan ini, solusi dalam mengatasi dan juga pencegahan agar tak terulang hal-hal yang seperti ini.
Dalam pendidikan, perilaku manusia terbentuk dari pikiran dan juga lingkungan. Dalam konteks pikiran ada alam sadar dan bawah sadar. Alam sadar berisi penilaian berdasarkan indera manusia yang bersifat rasional dan analisis. Bila bawah sadar terbentuk dari pengalaman , memori, emosi dari apa yang dilihat dan dirasakan dari kecil yang terbentuk dalam diri manusia secara tidak sadar. Sifat alam bawah sadar irrasional, tidak menalar, dan tidak dapat membantah. Selain pikiran ada juga yang terbentuk karena lingkungan, artinya perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungannya, misalkan lingkungannya bila salah harus dihukum, maka itulah yang akan dilakukannya sebagai bentuk kebenaran yang sesuai dengan lingkungannya.
Penyebab kekerasan juga memilki beberapa sebab secara teori, yaitu factor individual, factor kelompok, dan factor dinamika kelompok. Factor individual disebabkan factor pribadi dan social. Dalam faktor pribadi disebabkan oleh kelainan jiwa seperti psikopat, stress, depresi, dan obat bius. Sedangkan faktor sosial seperti konflik rumah tangga, budaya, dan media massa. Faktor kelompok, manusia cenderung berinteraksi dengan yang sama dengannya, dan berkonflik dengan yang berbeda dengannya. Dukungan kelompok akan memperkuat emosinya karena ia merasa kuat dan lebih berani. Faktor dinamika kelompok, kekerasan timbul karena hilangnya rasa saling memiliki yang terjadi dalam kelompok karena perubahan social yang tidak bias direspon positif.
Dari segi pendidikan dan beberapa teori kekerasan kita dapat melihat sesuatu yang lebih luas dari pada sekedar masalah yang terjadi, kita akan lebih banyak sisi dalam melihat masalah tersebut, tidak hanya berdasarkan emosi belaka yang cenderung subjektif namun berusaha dengan objektif melihat permasalahan tersebut agar bisa menyelesaikannya dengan lebih baik lagi. Seperti judulnya “Buah yang busuk pertanda pohon bermasalah”. Buah busuk ibarat siswa yang melaksanakan kekerasan, buah jadi busuk bisa karena beberapa sebab, karena pohonnya, akarnya, atau tanah yang bermasalah, begitu juga siswa yang melakukan kekerasan, ia berbuat seperti itu karena factor dalam diri dan luar dirinya. Diluar dirinya ada keluarga, sekolah, teman dan masyarakat. Apabila siswa melakukan kekerasan yang brutal itu kita harus menganalisis berbagai kemungkinan yang berpotensi, apakah sebab ia melakukan itu? Apa hanya sekedar asmara? Kenapa bisa sebrutal itu? Pastilah ada hal lain. Kita lihat bagaimana budaya setempat apakah memang budaya setempat mengajarkan seperti itu? Atau sekolahnya? Atau didikan orang tuanya yang sering mempraktikan hal seperti itu? Atau dari teman-temannya yang memprovokasi dan mendukungnya melakukan hal itu?
Berbagai kemungkinan yang mungkin harus dianalisis dengan hati-hati dan cermat, tidak sembarangan menyalahkan si anak itu, memang ia salah dengan perbuatannya yang diluar batas norma, namun ia melakukanhal tersebut juga karena berbagai faktor yang mempengaruhi. Dari analisis itulah kita akan menemukan akar permasalahannnya dan mencoba mencari solusi yang paling efektif agar bisa mengatasi hal tersebut dan juga agar tidak terulangi lagi. Dari memandang dengan luas permasalahn itu kita diharapkan tidak mudah menuduh dan bahkan memberlakukan pelaku dengan hal yang berlebihan, jika kita berlebihan dalam merespon itu artinya kita juga sama dengan dia, hanya saja kita tak berada dalam suasana yang seperti dia, sehingga kita aman-aman saja.
Setelah bertanya kepada beberapa narasumber, semua sepakat jalan damai bukan jalan yang tepat dengan artian bahwa itu harus masuk jalur hukum sebagai hukuman kepadanya yang terlewat batas, agar menjadi peringatan bagi yang laninnya untuk tidak meniru, kerena bila tak dihukum nantinya akan terjadi kasus yang sama. Penulis juga setuju akan hal itu, namun ada beberapa hal yang harus ditambahkan agar ‘hukuman’ itu benar-benar sukses. Penulis mengharapkan adanya kerjasama antar institusi hukum, pendidikan dan HAM yang apik, hukum secara jelas menghukumnya dengan caranya, dan bagi pendidikan dan HAM harus benar-benar menjalankan terapi atau pendidikan yang ditujukan untuk memberikan pengertian, pemahaman agar pelaku bisa sadar bahwa ia salah dan tidak melakukan hal itu lagi, pendampingan perlu karena dikhawatirkan dengan masuknya anak pada lembaga pemasyarakatan bukan malah membuatnya jera dan sadar tapi malah membauatnya lebih parah dari sebelumnya, itu malah jadi boomerang bagi kita sendiri. Kombinasi yang apik diharapkan akan mematikan benih-benih kekerasan sehingga tidak terulang lagi untuk kesekian kalinya.
Lalu lembaga pendidikan khususnya harus berbenah, karena telah banyak kasus yang terjadi sebagai tamparan bagi lembaga pendidikan karena dianggap gagal dalam melakukan pengajaran dan pendidikan bagi siswanya, berbagai kasus terjadi karena kurangnya pemahaman siswa dalam berperilaku baik, karena kurangnya pendidikan yang mendidika karakter atau akhlakul karimah sehingga terjadi hal tersebut.
Masyarkat dan keluarga pun tidak boleh melemparkan masalah tersebut pada pendidikan semata, karena sebaik apapun pendidikan yang diberikan, bila lingkungan masyarakat atau keluarganya mendidik hal yang berlawanan maka siswa akan cenderung ikut pada masyarakat atau keluarga, hal itu wajar karena keluarga adalah yang terdekat bagi siswa lalu baru masyarakat.
Sebagai masyarakat luas, apabila pelaku telah menjalani hukumannya harus siap untuk memaafkan dan kembali menerimnya, karena bila tidak bisa menerima mereka, mereka akan merasa asing dan malah terjerumus pada hal-hal negative yang lebih parah. Seperti Nabi Muhammad SAW yang memaafkan musuh-musuhnya sehingga banyak dari musuhnya menjadi sahabat dan pembela Nabi, bahkan nabi memaafkan seorang yang telah membunuh paman kesayangannya. Hal itu menjadi teladan kita semua bahwa kita perlu memberikan maaf pada mereka yang bersalah bila ia telah bertaubat dan memperbaiki diri. Allah SWT adalah maha pengampun, mengapa kita tidak juga menjadi pemaaf? Kita harus senantiasa memaafkan orang lain yang berbuat salah apabila ia telah mengakui dan mau meminta maaf.
Sebagai kesimpulan, hal-hal negative terjadi tidak karena kegagalan satu unsur saja, namun karena kekurangan-kekurangan yang terjadi di berbagai unsur sehingga menyatu dan terjadilah hal-hal negative yang seperti itu. Pemecahan masalah harus didasarkan kesadaran antar diri yang menyadari kekurangannya dan mau memperbaiki kekurangan secara bersama-sama, ingatlah bahwa “buah busuk menandakan adanya masalah pada pohon”. Pohon yang baik akan menjadikan buah yang segar, sehat tidak busuk karena penyakit atau kekurangan nutrisi. Kerjasama dan saling memperbaiki adalah kunci dari keberhasilan menciptkaan generasi muda yang unggul dalam prestasi, dan baik akhlaknya. Mari saling sadar dan jangan berlebih-lebihan, karena yang berlebihan adalah tidak baik, disemua hal.
Mungkin itu saja sedikit pendapat yang bisa dilontarkan dari saya, sanggahan akan sangat berguna untuk kedepannya. Pendapat itulah yang penulis pegang, bila ada yang tidak sependapat mari berdiskusi agar bisa menciptakan solusi yang lebih baik lagi.
Wallahu A’lam Bisshawab
Beberapa waktu ini sebuah berita penganiayaan viral di media sosial, bahkan menjadi top tagar dalam twitter dengan petisi “justiceforaudrey”. Hal ini didasari oleh perlakuan tidak senonoh yang diderita Audrey sudah berada diluar batas normal norma-norma kehidupan. Kekerasan yang didasari asmara remaja berakhir dengan kekerasan yang sangat mengerikan, tidak hanya melukai fisik juga melakukan hal yang membuat trauma korban. Dan itu dilakukan oleh pelajar tingkat SMA di Pontianak
Dikutip dari akun @syarifahmelinda, dia mengtweet nasib kurang beruntung dialami oleh AY(14), siswi SMPN 17 Pontianak yan menjadi korban penganiayaan dan pengroyokan 12 pelajar SMA di kota Pontianak.masalah ini dipicu dari saling sindir diwhatsapp terkait hubungan asmara antara salah satu pelaku Da (Siswi SMA di pontianak) sekaligus mantan kakak korban, (Po). Bermula pada 29 maret 2019 kemarin “ semua pelaku adalah teman-teman kakaknya, mereka menggunakan korban ini untuk memancing kakaknya keluar dari rumah dengan cara menjemput korban dari rumah neneknya di Jl Cendrawasih sekitar pukul 14.00” jelasnya saat ditemui berkatnewsTV di RS promedika. Kemudian setelah dikompori oleh salah satu povokatoy, (SF) maka terjadilah duel antara pelaku (DA) dan kakak korban, (PO). “ Para pelaku membenturkan kepala korban dengan aspal, lalu menendang perut korban berkali-kalim serta dilakukan pencekikan dan penyiraman dengan air secara bergantian. Dan wajah korban ditendang dengan sandal gunung sehingga terjadi terjadi pendarahan dalam hidung korban serta kepala ada benjolan dan kebanyakan luka dalam”. Fety menambahkan salah satu pelaku (TR) mencoba melakukan pencolokan terhadap kemaluan korban menggunakan jari yang diduga untuk membuat korban tidak perawan lagi dan saat ini menimbulkan pembengkakan di area kewanitaan korban. Pada intinya (AY) tidak mengenal para pelaku dan tidak mengetahui apa pokok permasalahannya. Sebenarnya sempat dilakukan mediasi tanggal 5 april kemarin, tetapi tidak ada itikad baik dari para pelaku bahkan untuk meminta maaf saja tidak ada, malah mereka cengengesan.
Dari kisah diatas tergambarkan betapa parahnya kekerasan yang dilakukan oleh pelajar, bahkan sudah termasuk kejahatan kriminal. Hal itu menyebabkan respon netijen yang menginginkan pelaku harus dihukum dengan setimpal, karena perbuatannya yang sudah kelewat batas itu. Hal ini seharusnya dipandang serius khususnya pada bidang pendidikan karena ini adalah sebuah tamparan keras tentang kegagalan yang dialami oleh pendidikan kita, hal ini harus dilihat dari berbagai sisi untuk mengerti latar belakang, alasan munculnya kekerasan ini, solusi dalam mengatasi dan juga pencegahan agar tak terulang hal-hal yang seperti ini.
Dalam pendidikan, perilaku manusia terbentuk dari pikiran dan juga lingkungan. Dalam konteks pikiran ada alam sadar dan bawah sadar. Alam sadar berisi penilaian berdasarkan indera manusia yang bersifat rasional dan analisis. Bila bawah sadar terbentuk dari pengalaman , memori, emosi dari apa yang dilihat dan dirasakan dari kecil yang terbentuk dalam diri manusia secara tidak sadar. Sifat alam bawah sadar irrasional, tidak menalar, dan tidak dapat membantah. Selain pikiran ada juga yang terbentuk karena lingkungan, artinya perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungannya, misalkan lingkungannya bila salah harus dihukum, maka itulah yang akan dilakukannya sebagai bentuk kebenaran yang sesuai dengan lingkungannya.
Penyebab kekerasan juga memilki beberapa sebab secara teori, yaitu factor individual, factor kelompok, dan factor dinamika kelompok. Factor individual disebabkan factor pribadi dan social. Dalam faktor pribadi disebabkan oleh kelainan jiwa seperti psikopat, stress, depresi, dan obat bius. Sedangkan faktor sosial seperti konflik rumah tangga, budaya, dan media massa. Faktor kelompok, manusia cenderung berinteraksi dengan yang sama dengannya, dan berkonflik dengan yang berbeda dengannya. Dukungan kelompok akan memperkuat emosinya karena ia merasa kuat dan lebih berani. Faktor dinamika kelompok, kekerasan timbul karena hilangnya rasa saling memiliki yang terjadi dalam kelompok karena perubahan social yang tidak bias direspon positif.
Dari segi pendidikan dan beberapa teori kekerasan kita dapat melihat sesuatu yang lebih luas dari pada sekedar masalah yang terjadi, kita akan lebih banyak sisi dalam melihat masalah tersebut, tidak hanya berdasarkan emosi belaka yang cenderung subjektif namun berusaha dengan objektif melihat permasalahan tersebut agar bisa menyelesaikannya dengan lebih baik lagi. Seperti judulnya “Buah yang busuk pertanda pohon bermasalah”. Buah busuk ibarat siswa yang melaksanakan kekerasan, buah jadi busuk bisa karena beberapa sebab, karena pohonnya, akarnya, atau tanah yang bermasalah, begitu juga siswa yang melakukan kekerasan, ia berbuat seperti itu karena factor dalam diri dan luar dirinya. Diluar dirinya ada keluarga, sekolah, teman dan masyarakat. Apabila siswa melakukan kekerasan yang brutal itu kita harus menganalisis berbagai kemungkinan yang berpotensi, apakah sebab ia melakukan itu? Apa hanya sekedar asmara? Kenapa bisa sebrutal itu? Pastilah ada hal lain. Kita lihat bagaimana budaya setempat apakah memang budaya setempat mengajarkan seperti itu? Atau sekolahnya? Atau didikan orang tuanya yang sering mempraktikan hal seperti itu? Atau dari teman-temannya yang memprovokasi dan mendukungnya melakukan hal itu?
Berbagai kemungkinan yang mungkin harus dianalisis dengan hati-hati dan cermat, tidak sembarangan menyalahkan si anak itu, memang ia salah dengan perbuatannya yang diluar batas norma, namun ia melakukanhal tersebut juga karena berbagai faktor yang mempengaruhi. Dari analisis itulah kita akan menemukan akar permasalahannnya dan mencoba mencari solusi yang paling efektif agar bisa mengatasi hal tersebut dan juga agar tidak terulangi lagi. Dari memandang dengan luas permasalahn itu kita diharapkan tidak mudah menuduh dan bahkan memberlakukan pelaku dengan hal yang berlebihan, jika kita berlebihan dalam merespon itu artinya kita juga sama dengan dia, hanya saja kita tak berada dalam suasana yang seperti dia, sehingga kita aman-aman saja.
Setelah bertanya kepada beberapa narasumber, semua sepakat jalan damai bukan jalan yang tepat dengan artian bahwa itu harus masuk jalur hukum sebagai hukuman kepadanya yang terlewat batas, agar menjadi peringatan bagi yang laninnya untuk tidak meniru, kerena bila tak dihukum nantinya akan terjadi kasus yang sama. Penulis juga setuju akan hal itu, namun ada beberapa hal yang harus ditambahkan agar ‘hukuman’ itu benar-benar sukses. Penulis mengharapkan adanya kerjasama antar institusi hukum, pendidikan dan HAM yang apik, hukum secara jelas menghukumnya dengan caranya, dan bagi pendidikan dan HAM harus benar-benar menjalankan terapi atau pendidikan yang ditujukan untuk memberikan pengertian, pemahaman agar pelaku bisa sadar bahwa ia salah dan tidak melakukan hal itu lagi, pendampingan perlu karena dikhawatirkan dengan masuknya anak pada lembaga pemasyarakatan bukan malah membuatnya jera dan sadar tapi malah membauatnya lebih parah dari sebelumnya, itu malah jadi boomerang bagi kita sendiri. Kombinasi yang apik diharapkan akan mematikan benih-benih kekerasan sehingga tidak terulang lagi untuk kesekian kalinya.
Lalu lembaga pendidikan khususnya harus berbenah, karena telah banyak kasus yang terjadi sebagai tamparan bagi lembaga pendidikan karena dianggap gagal dalam melakukan pengajaran dan pendidikan bagi siswanya, berbagai kasus terjadi karena kurangnya pemahaman siswa dalam berperilaku baik, karena kurangnya pendidikan yang mendidika karakter atau akhlakul karimah sehingga terjadi hal tersebut.
Masyarkat dan keluarga pun tidak boleh melemparkan masalah tersebut pada pendidikan semata, karena sebaik apapun pendidikan yang diberikan, bila lingkungan masyarakat atau keluarganya mendidik hal yang berlawanan maka siswa akan cenderung ikut pada masyarakat atau keluarga, hal itu wajar karena keluarga adalah yang terdekat bagi siswa lalu baru masyarakat.
Sebagai masyarakat luas, apabila pelaku telah menjalani hukumannya harus siap untuk memaafkan dan kembali menerimnya, karena bila tidak bisa menerima mereka, mereka akan merasa asing dan malah terjerumus pada hal-hal negative yang lebih parah. Seperti Nabi Muhammad SAW yang memaafkan musuh-musuhnya sehingga banyak dari musuhnya menjadi sahabat dan pembela Nabi, bahkan nabi memaafkan seorang yang telah membunuh paman kesayangannya. Hal itu menjadi teladan kita semua bahwa kita perlu memberikan maaf pada mereka yang bersalah bila ia telah bertaubat dan memperbaiki diri. Allah SWT adalah maha pengampun, mengapa kita tidak juga menjadi pemaaf? Kita harus senantiasa memaafkan orang lain yang berbuat salah apabila ia telah mengakui dan mau meminta maaf.
Sebagai kesimpulan, hal-hal negative terjadi tidak karena kegagalan satu unsur saja, namun karena kekurangan-kekurangan yang terjadi di berbagai unsur sehingga menyatu dan terjadilah hal-hal negative yang seperti itu. Pemecahan masalah harus didasarkan kesadaran antar diri yang menyadari kekurangannya dan mau memperbaiki kekurangan secara bersama-sama, ingatlah bahwa “buah busuk menandakan adanya masalah pada pohon”. Pohon yang baik akan menjadikan buah yang segar, sehat tidak busuk karena penyakit atau kekurangan nutrisi. Kerjasama dan saling memperbaiki adalah kunci dari keberhasilan menciptkaan generasi muda yang unggul dalam prestasi, dan baik akhlaknya. Mari saling sadar dan jangan berlebih-lebihan, karena yang berlebihan adalah tidak baik, disemua hal.
Mungkin itu saja sedikit pendapat yang bisa dilontarkan dari saya, sanggahan akan sangat berguna untuk kedepannya. Pendapat itulah yang penulis pegang, bila ada yang tidak sependapat mari berdiskusi agar bisa menciptakan solusi yang lebih baik lagi.
Wallahu A’lam Bisshawab
Komentar
Posting Komentar