Mengucapkan selamat hari natal
Sudah
menjadi sebuah tradisi khususnya di Indonesia bahwa di akhir tahun menjadi
ramai diperbincangkan yaitu persoalan natal. Setiap hari di media sosial berisi
tentang berbagai pendapat ulama, cendikiawan, bahkan budayawan yang
mengungkapkan pendapatnya tentang mengucapkan natal. Berbedanya latar belakang
menjadikan pendapt mereka juga beragam, mulai dari aspek agama baik dalil
Al-Qur’an hadist, aspek sosial, aspek budaya dan lainnya. Tak jarang juga
terjadi pendapat yang bertolak belakang, satu pihak membolehkan dan lainnya
menolak bahkan mengharamkan dengan berbagai alasan-alasan yang mereka percayai.
Persoalan ini sudah terjadi selama bertahun-tahun, namun tidak pernah selesai,
terus saja muncul dan menjadi permasalahan yang tak jarang membuat perpecahan,
perdebatan yang sangat alot. Bukankah seharusnya misalnya kita telah melakukan
pecarian jawaban dan menemukannya di tahun 2016 maka di tahun 2017 harusnya
tidak lagi menjadi masalah, kita telah mendapatkan jawaban sesuai dengan apa
yang kita percayai. Bahkan di media sosial banyak terjadi saling menghujat
karena perbedaan pendapat itu, mereka berselisih mengungkapkan
argumen-argumennya dan menyalahkan argumen orang yang bersebrangan, lebih parahnya
ada yang menghina ulama dengan kata-kata yang sangat tidak pantas dan bahkan mengkafirkan,
itu sangatlah memperihatinkan, sesama muslim saling menghujat merasa paling benar.
Menurut penulis hal-hal itu terjadi karena orang-orang yang telah memiliki
jawaban ingin ‘memaksakan’ pendapatnya diterima oleh orang lain yang padahal
orang lain itu juga mempunyai jawaban dan alasannya tersendiri. Pemaksaan
mengikuti keyakinannya itulah yang menjadikan ramainya akhir tahun di negeri
tercinta ini. Orang-orang kurang dapat bertoleransi akan bedanya pendapat di
antara mereka, mereka meyakini keyakinan merekalah yang benar, yang lainnya
salah. Bukankah telah dijelaskan oleh maulana jalaludi rumi “Kebenaran itu
bagaikan sebuah cermin, cermin itu pecah dan jatuh kebumi lalu diterima oleh
para manusia-manusia pilihan Tuhan, cermin yang diterima itu bukanlah kebenaran
secara utuh, itu adalah sebagian kebenaran yang jatuh ke bumi, maka manusia
tidaklah pantas mengklaim dirinyalah kebenaran, karena boleh jadi yang lain
juga memiliki pecahan cermin yang lain yang juga merupakan bagian dari
kebenaran. Tugas manusia ialah menyatukan cermin itu dengan benar agar menjadi
sebuah kebenaran dapat menjadi utuh tanpa harus mengklaim dirinyalah sang
kebenaran’’
Sebelum
masuk pada pendapat-pendapat tentang mengucapkan natal alangkah lebih baiknya
kita mengetahui bagaimana sikap yang harus kita pegang sebagai manusia
khususnya muslim. Dalam berbagai bukunya, Habib Quraish shihab selalu
menekankan untuk tidak menjadi seorang yang mudah menyalahkan orang lain,
penafsiran akan Al-Qur’an dan hadist sangatlah luas, terkadang terjadi
perbedaan kecil bahkan bisa sangat bertolak belakang, pemaknaan atas ayat
Al-Qur’an sangat mungkin berbeda dari setiap orang yang berusaha memaknainya.
Namun perlu ditegaskan tidak setiap manusia dapat berijtihad untuk mencari
suatu hukum dalam nash Al-Qur’an dan Hadist, hanya mereka yang berilmu dan
telah melakukan perjalanan spritual yang lama dan berjenjang sehingga ia
mendapatkan ilmu-ilmu untuk memahami
hukum dari Al-Qur’an hadist, mereka yang tidak mempunyai kemampuan itu
diperbolehkan mengkuti salah satu atau beberapa ulama, cendikiawan yang memang
ahli dan mampu dalam penafsiran hukum. Habib Quraish shihab mengungkapakan
sangat mungkinnya perbedaan pedapat antara ulama-ulama dan cendikiawan,
pertentangan itu terjadi karena berbagai hal yang melatar belakangi
pendapatnya. Saat kita menganut suatu pemikiran dari ulama A misalnya, kita
tidak boleh menyalahkan pendapat ulama B karena berbeda. Mereka yang sering
menyalahkan menandakan sedikitnya ilmu yang ia miliki. Ingatlah apa yang pernah
dikatan oleh Gus Dur ‘’Bukankah masalah ketuhanan memang rumit? Mungkin sengaa
dibuat rumit oleh Tuhan, agar kita tertuntut untuk senantiasa berada dalam
upaya pencarian Hakikat-NYA, walaupun itu tidak akan pernah tercapai. Upaya yang
penting, bukan tercapainya hasil mutlak.’’ Hal ini dapat kita ambil sebuah
hikmah bahwa memang persoalan agama dalam persoalan cabang akan terjadi
perbedaan yang sengaja Tuhan ciptakan, agar manusia senantiasa berfikir,
mencari hakikat-NYA, mencari terus tentang kebenaran yang sejati walaupun itu
sangat sulit didapatkan. Perjalanan itu tidak berdasarkan satu jalan saja,
jalan menuju Tuhan sangat beragam, maka dari itulah kita tidak boleh menghujat
mereka yang berbeda jalan, bukankah kita sama-sama belum sampai pada tujuan
utama?.
Berbagai
pendapat dari ulama maupun cendikiawan hendaknya dihormati sebagai suatu
ketetapan yang Allah ciptakan untuk manusia, karena segala penafsiran tersebut
tidak mungkin lepas dari pertolongan dari Allah, maka hormatilah yang berbeda.
Berikut ialah sedikit rangkuman tentang pendapat-pendapat dari ulama dan
cendikiawan muslim yang menurut penulis dapat dijadikan rujukan bagi kita
semua, adapun perbedaan yang ada tidak dimaksudkan untuk mengadu, karena
memilih suatu pendapat tidak harus untuk menyalahkan pendapat yang lain.
Hukum mengucapkan selamat
natal menurut Habib Quraish shihab dalam videonya kurang lebihnya adalah
sebagai berikut “Selamat natal ada dalam Qur’an, yang pertama mengucapkan
selamat natal itu Nabi Isa AS sendiri yang ada dalam Qur’an ‘salam sejahtera bagiku pada hari kelahiranku’
itu adalah selamat natal. Namun kita tetap percaya dalam aqidah bahwa Isa bukan
anak Allah, namun Rasul-NYA. Problem itu(mengucapkan hari natal) hanya terjadi
di Asia tenggara, di Mesir grand syaikh al-Azhar pergi berkunjung untuk
mengucapkan selamat. Kita bergembira dengan kegembiraan mereka tetapi tidak
menggangu aqidah kita. Untukmu agamamu untukku agamaku. Boleh
berkelompok-kelompok tapi tidak boleh berselisih. Allah menginginkan kita
berbeda, tapi tidak untuk bertengkar. “
Dikutip dari NU online,
rais syuriah PBNU KH Ahmad ishomuddin berpandangan mengucapkan selamat hari Natal
bagi seorang muslim adalah persoalan ijtihadiyah, karena tidak tedapat teks
Al-Qur’an Hadist yang secara tegas melarangnya, wajar kiranya terjadi perbedaan
pendapat. Pada masa perang muslim dan kristen, mengucapkan hari natal ialah
haram yang terjadi masa Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyin al-Jauziyah. Sedangkan
masa damai di mana umat muslim dan non muslim hidup berdampingan saling
menghormati maka wajar mengucapkan selamat natal
Dikutip dari
gusdurian.net Gus Dur pernah menulis artikel yang berjudul “Harlah, Natal, dan
Maulid” menurutnya, natal memiliki arti hari lahirnya nabi Isa oleh ibunya
Maryam. Gus Dur menegaskan natal ada dalam AL-Qur’an dengan istilah “yauma
waulida” (hari kelahiran, yang secara historis oleh mufassir disebut dengan
kelahiran Nabi Isa AS) dan juga dalam surat maryam “kedamaian atas diriku pada hari
kelahiranku” jelas-jelas menunjuk kepada ucapan Nabi Isa. Ada wilayah yang
berbeda yang dibahas, bukan persoalan Nabi Isa Anak Tuhan menurut Nasrani,
namun Al-Qur’an memberikan sebuah ruang makna kelahiran Nabi Isa yang perlu
dihormati. Bagi Gus Dur mengucapkan selamat natal adalah sebagian dari
penghormatan tidak ada masalah. Ada pepatah dari Al Mukarrom KH Ahmad Siddiq
“orang Islam terikat pada persaudaraan sesama muslim, persaudaraan sesama
bangsa dan persaudaraan manusia”
Dalam pandangan lain, ada
juga yang menentang dari diperbolehkannya mengucapkan natal, seperti dalam
unggahan video youtube Ustads Abdul Somad kurang lebihnya berpendapat
orang yang mengucapkan selamat hari
natal berarti sudah mengakui tiga hal. Pertama mengakui Isa anak Tuhan yang
jelas itu adalah kekafiran. Kedua mengakui Isa Lahir pada tanggal 25 Desember.
Dan ketiga mengakui Isa mati disalib. Padahal ketiga itu telah terbantahkan
dalam Al-Qur’an.
Menurut syekh Ali Jaber
natal adalah hari memperingati hari lahir Isa sebagai anak Tuhan, yang artinya
apabila mengucapkan selamat natal maka sama saja mempercayai Isa anak Allah.
Jelas dalam surat Al-Ikhlas dijelaskan Tuhan maha esa, Tuhan hanya satu, yaitu
Allah SWT. Persoalan terseut dianalogikan dengan memakan daging babi, apabila
mengucapkan natal sebagai sebuah toleransi, maka boleh dong memakan daging babi
sebagai toleransi juga? Jelas bahwa babi haram, maka tetaplah haram, jangan
menggunakan toleransi untuk menghalalkan babi, bahkan menurutnya, mengucapkan
hari natal lebih besar dosanya dari pada makan daging babi, karena menyangkut
kekufuran pada Allah.
Beberapa ulama yang
memperkenankan mengucapkan selamat hari natal, antara lain ialah al-Syaikh
Muhammad Rasyid Ridla, al-Syaikh Yusuf al-Qardhawi, Prof.Dr. Abdussattar
Fathullah sa’id, al-Syaikh Musthfa al-Zarqa’, Prof.Dr.Muhammad al-Sayyid
Dusuqi, al-Syaikh al-Syurbashi, dan lainnya. Ulama yang berpedapat tidak boleh
antara lain al-Syaikh Abdul Aziz bin baz, al-Syaikh Utsaimin, al-Syaikh Ibrahim
bin Muhammad al-Haqil dan lainnya.
Dari penjelasan yang
sangat singkat diatas, semoga telah bisa menjadi wawasan baru terhadap boleh
tidaknya mengucapkan selamat natal, perbedaan-perbedaan yang terjadi jangan
dipandang sebagai sebuah permusuhan atau hal-hal negatif lainnya, tapi
pandanglah perbedaan sebagai suatu karunia dan anugrah Tuhan untuk hamba-NYA.
Seperti diungkapkan oleh Cak Nun “apabila kamu percaya bahwa mengucapkan
selamat natal kamu akan jadi kristen, maka jangan ucapkan itu. Namun apabila
kamu percaya dengan mengucapkan selamat natal itu tidak mengubah keyakinanmu
kepada Allah, maka kamu boleh mengucapkannya”. Seperti ulama dan cendikiawan
diatas, setiap pembaca akan memiliki pilihan-pilihannya sendiri atas boleh
tidaknya mengucapkan natal, latar belakang kehidupan yang berbeda-beda sangat
memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, mungkin saja pendapat A lebih
rasional menurut saya, namun bisa saja pendapat B akan lebih rasional menurut
yang lainnya. Janganlah terpecah belah karena berbeda pendapat dan pandangan.
Seperti kata bijak yang telah dipaparkan diatas “umat islam terikat pada persaudaraan
sebagai muslim, bersaudara sebagai bangsa dan bersaudara sebagai manusia” .
Sebagai penulis artikel
ini, saya sangat menyadari benar terdapat banyaknya kekurangan-kekurangan, saya
adalah manusia yang sedang belajar untuk menulis, mengungkapkan berbagai
pikiran-pikiran, semoga dengan apa yang saya tuliskan akan bermanfaat bagi diri
saya sendiri dan bagi orang lain yang membacanya. Semoga Allah senantiasa
bersama kita, karena tanpa-NYA kita bukanlah apa-apa.
Selamat natal untuk yang
merayakan
Faat Risnuriawan
24 Desember 2018
Komentar
Posting Komentar