Pro Kontra Perda Syariah

Beberapa waktu ini,  sedang viral pembahasan tentang sah satu politikus dari partai politik yg ada diindonesia yang menolak adanya perda syariah,  karena di anggap akan menciderai kebhinekaan indonesia, karena menurutnya telah banyak perda di indonesia yg terbukti mendiskriminasi warga yg menjadi minoritas. Pernyataan itu pun menjadi sebuah hidangan hangat yg dinikmati para politiskus,  stasiun tv,  intelektual, sosmed,  dan banyak lagi.  Pro kontra muncul dengan berbagai argumen-argumen yang digunakan untuk membenarkan bukan mengungkapkan kebenaran.

Penolakan pada perda syariah mempunyai berbagai argumen yang menjadi dasar. Berbagai daerah menerapkan perda yg berhubungan dengan agama yang menjadi mayoritas di daerah tersebut,  misalnya di suatu daerah dilarang unt mendirikan rumah ibadah karena mayoritas rakyat tsb berbeda kepercayaan, hukum2 yg tdk sesuai dgn HAM misal hukum cambuk,  perusakan rumah ibadah karena dianggap sesat,  mewajibkan jilbab pada sekolah negeri, bertemu pejabat harus membaca Al Qur'an dan lainnya.  Sebuah perda yg berbasis pada suatu agama tertentu akan berpotensi pada identitas agama dan golongn,  yang akan berpotensi lahirnya deskriminasi terhadap yang berbeda,  perda agama yg lahir ada suatu daerah A biasanya karena perda tersebut berada ada mayoritas beragama tertentu, dan yang minoritas akan terkekang, tidak bebas, dan membatasi kebebasan dalam kehidupan. Hal perda syariah juga pernah dibahas pada tahun 2006 ketika Kiai Hasyim getol sekali menolak Perda Syariah. Alasannya di antaranya karena menolak formalisasi hukum Islam dalam bentuk hukum positif yang dinilai tidak cocok untuk Indonesia yang berbhinneka. Pendapat lain juga lahir dari mantan ketua mahkamah agung, Perda, kata Mahfud MD, memang tidak seharusnya memuat peraturan keagamaan yang sangat pribadi, misalnya beribadah. Sebab, di era yang sudah bebas beribadah seperti sekarang, orang tak perlu diatur dalam sembahyang. "Misalnya orang harus rajin salat, tidak usah diperdakan. Orang harus berpuasa, harus sopan, kan tidak usah diatur itu."  para tokoh yg kontra terhadap perda daerah beranggapan bahwa perda agama hanya berkecipung pada aturan yg bersifat simbolis bukan substantif, negara tidak mengatur bagaimana seseorang beribadah,  namun negara dapat memanfaatkan nilai-nilai agama untuk landasan suatu peraturan yg akan di terapkan.

Pihak yang pro atau setuju dgn perda syariah berpendapat bahwa,  lahirnya perda syariah tidak berefek pada diskriminasi karena syariah adalah hukum yg berdasarkan hukum Tuhan,  tak ada hukum yg lebih baik dari pada hukum Tuhan,  nyatanya banyak hukum yg ada di indonesia berdasarkan aturan agama,  seperti bank syariah,  pernikahan dll.  Itu adalah contoh riil dari peraturan agama yg masuk dalam hukum negara dan tidak berefek pada diskriminasi. Mereka berpendapat bahwa banyaknya kerusakan-kerusakan baik generasi muda,  bahkan sampai orang tua,  dari rakyat biasa sampai wakil rakyat adalah karena tak di resmikannya peraturan berdasarkan agama.  Contohnya para koruptor Hanya dihukum beberapa bulan,  lalu pencuri kayu ditahan bertahun-tahun, bahkan sempat dihajar sampai keadaan kritis.  Generasi muda yg seharusnya menjadi generasi penerus bangsa malah terjebak obat-obatann terlarang,  pergaulan bebas,  dll.  Kerusakan-kerusakan tersebut adalah efek dari lemahnya agama seseorang,  mereka yang pro perda agama percaya bahwa dengan adanya perda yg berdasarkan agama akan melidungi manusia dari kerusakan diri dan negara,  begitulah pentingnya perda yg berbasis agama. Pendapat KH Said Aqil siraj,  ketua umum PBNU menilai Perda Syariah sangatlah bagus, sebab dapat dikeluarkan ketika adanya kegiatan maksiat dalam suatu daerah. Yakni, suatu kepala daerah dapat melakukan penolakan dengan Perda Syariah itu.
"Kita harus tahu kondisi seperti itu, misalkan saya kepala daerah tertentu banyak sekali pelacuran, minum-minuman keras. Kita terpaksa mengeluarkan Perda itu," ucapnya.

Berbagai pro kontra argumen-argumen yang disusun secara rasional ditunjukkan agar yg menyimak, mendengarkan akan setuju dengan pendapatan dan menjadi pengikutnya,  karena sekarang adalah masa-masa politik penulis berusaha berada pada pihak netral,  menyajikan pendapat dari dua pihak yg berkontradiksi agar pembaca tau tentang alasan kedua belah pihak. Kesimpulan yg dapat penulis tarik adalah tentang boleh tidak adanya perda syariah tidak bisa bersifat mutlak boleh atau mutlak tdk boleh,  hal-hal harus dipilah perkasus,  peralasan yg melatar belakangi,  lingkungan, dan berbagai aspek lain.  Perda berbasis agama yg tidak menimbulkan deskriminasi,  tidak berpotensi menciderai kebhinekaan,  tidak merusak persatuan berbangsa,  tp malah menimbulkan efek positif,  seperti bank syariah,  pernikahan, dll maka hal itu harus didukung dan dilaksanakan dengan baik.  Namun apabila adanya perda syariah yang menimbulkan keretakan berbangsa,  menciderai kebhinekaan, mendiskriminasi pihak tertentu dan berbagai efek negatif lain haruslah diperbaiki lagi,  direvisi. Apabila masih bisa diperbaiki ataupun lebih ekstrem lagi bisa dihapus,  tentu penolakan adalah hak dari seseorang karena mungkin berbeda pandangan dan pendapat,  namun harus tetap mengedepankan persaudaraan, etika,  nilai-nilai moral. Seperti pernah disampaikanGus mus pada kita semua "Bila mempunyai tujuan yg baik maka lakukanlah dengan baik pula" . Hal itulah harus dijadikan patokan, pegangan untuk bertindak dalam bersosial dengan orang lain,  persaudaraan harus dikedepankan agar terjaganya kehidupan yg damai. Demikian sedikit tulisan dari saya yg masih dlm proses belajar menulis,  masih fakir ilmu. Apabila ada sesuatu yg tdk menyenangkan, tulisan yang salah dan berbagai kekurangan saya pribadi mohon dimaklumi dan mohon dimaafkan


Senin 19 November 2018
03.10 WIB
Faat Risnuriawan


Komentar